BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB memproklamasikan UDHR, lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan tonggak sejarah yang strategis dalam bidang HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad yang dirasa cukup lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai HAM yang sudah dianut.
Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993 mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan di Indonesia, terbukti dengan banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi menunjukkan betapa besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan HAM, namun di sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia terhadap pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.
Dalam sejarahnya, bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa yang terjajah selama 350 tahun yang penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan. Oleh karenanya, bangsa Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sangat menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap HAM. Dalam batang tubuh UUD 1945 juga dimuat beberapa pasal sebagai implementasi HAM. Kemudian, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950 memuat secara rinci ketentuan-ketentuan tentang HAM.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Tap MPRS No. XIV/1966 membentuk panitia ad hoc untuk menyiapkan rancangan piagam HAM dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Pada Sidang Umum MPRS tahun 1968, rancangan itu tidak dibahas dengan maksud agar rancangan tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu. Dalam beberapa kali sidang MPR pada era Orde Baru, tidak pernah diadakan pembahasan mengenai rancangan tersebut. Akhirnya, atas desakan dan tuntutan berbagai lapisan masyarakat, pada Sidang Istimewa MPR bulan November 1998 dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang kemudian diikuti dengan dibuatnya beberapa peraturan perundang-undangan mengenai HAM. Hal ini dipandang sebagai kemajuan dalam upaya penegakan HAM di Indonesia di tengah keprihatinan atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM di negeri tercinta ini.
Pendekatan pembangunan yang mengutamakan security approach (pendekatan keamanan) dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM oleh pemerintah. Selama lebih kurang tiga puluh dua tahun Orde Baru berkuasa, security approach ditempuh oleh pemerintah sebagai kunci untuk menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi terwujudnya pertumbulan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran HAM oleh pemerintah karena stabilitas ditegakkan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan pada masa Orde Baru, dengan pemusatan kekuasaan pada pemerintah pusat notabene pada figur seorang presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat. Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini juga mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran HAM oleh negara dan pematian kreativitas warga negara serta pengekangan hak politik warga negara selaku pemilik kedaulatan. Adanya sentralisasi kekuasaan ini dilakukan pula dengan tujuan untuk melanggengkan kedaulatan sang pemegang kekuasaan itu.
Kualitas pelayanan publik yang masih rendah, sebagai akibat belum terwujudnya good governance yang ditandai dengan transparansi di berbagai bidang, akuntabilitas, penegakan hukum yang berkeadilan, dan demokratisasi, serta belum berubahnya paradigma aparat pemerintah yang masih memposisikan dirinya sebagai birokrat, bukan sebagai pelayan masyarakat, menghasilkan pelayanan publik yang buruk dan cenderung turut menimbulkan pelanggaran HAM.
Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan dan anak pun masih sering terjadi. Begitu pula pelanggaran HAM yang disebabkan oleh isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Berbagai instrumen yang terdapat di Indonesia belum mampu untuk melindungi warga negaranya dari pelanggaran HAM meskipun PBB telah mendeklarasikan HAM yang pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak atas kebebasan dan martabat yang sama tanpa membedakan ras, warna kulit, keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin.
Sebagai akibat dari belum terlaksananya supremasi hukum di Indonesia, lumrah terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM dalam bentuk perbedaan perlakuan di hadapan hukum, menjauhnya rasa keadilan, dan perbuatan main hakim sendiri akibat ketidakpercayaan kepada perangkat hukum.
1.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang kami pakai pada penyusunan makalah ini adalah:
1. Hambatan dalam penegakan HAM di Indonesia.
2. Tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia.
3. Tindakan pemerintah dalam mengatasi hambatan dan tantangan dalam penegaka HAM.
1.3 Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang kita pakai pada penyusunan makalah ini adalah metode studi pustaka, yaitu mengambil materi dari buku sumber dan tulisan-tulisan atau abstrak berbagai penulis.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini tidak lain untuk:
1. Memenuhi salah satu tugas Individu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Mengetahui hambatan dan tantangan dalam penegakan HAM di Indonesia
3. Menambah wawasan kita seputar Hak Asasi Manusia dan Implikasinya.
1.5 Pengertian
a. Hambatan
Hambatan adalah suatu kendala yang bersifat atau bertujuan melemahkan yang bersifat konseptual yang berasal dari dalam sendiri.
b. Tantangan
Tantangan adalah merupakan suatu usaha yang bersifat menggugah kemampuan.
c. HAM
Secara harfiah yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau hak dasar. Jadi, hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secar kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurang serta dirampas oleh siapapun.
Sejalan dengan hal tersebut, Randlom Naning, seorang pengacara menyatakan bahwa: “ Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada martabat manusia, yang melekat padanya sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa atau hak dasar yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, karena itu hak asasi manusia bersifat luhur dan suci.”
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal yang telah di jelaskan pada Bab 1 Pendahuluan, adapun permasalahan yang saya temukan dan saya angkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Hambatan apa saja yang dihadapi Indonesia dalam pelaksanaan HAM?
2. Tantangan apa saja yang dihadapi Indonesia dalam penegakan HAM?
3. Apakah Kebijakan Pemerintah dalam menghadapi tantangan dan hambatan pelaksanaan HAM?
BAB III
PEMBAHASAN
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (Ham) di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas terorika, melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda.
Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan klasik. Hambatan –hambatan dalam pelaksanaan HAM di Indonesia antara lain:
a. Masih kurang pemahaman tentang HAM.
Banyak orang menangkap pemahaman HAM dari segi pemikiran formal belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam "Declaration of Human Rights" atau apa yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Namun, hakikat pemahaman HAM harus dilihat sebagai suatu konsep yang bersifat multidimensi. Sebab, dalam pemahaman HAM tertanam di dalamnya konsep dasar "Politik, Hukum, sosiologi, filosofi, ekonomi dan realitas masyarakat masa kini, agenda internasional, yurisprudensi analitis, yurisprudensi normatif, etika dan estetika". Jika makna seperti ini dapat ditangkap melalui suatu proses pembelajaran, pemahaman, penghayatan dan akhirnya diyakini, barulah kita dapat menuju kepada suatu proses untuk menjadi HAM ini sebagai bagian dari Wawasan Nasional. Bagian dari kebijakan nasional, menjadikan HAM sebagai strategi nasional, program nasional dan konsistensi. Tetapi, jangan lupa bahwa HAM yang formal ini adalah barang import.
b. Masih kurang pengalaman
Disadari atau tidak kita harus akui bahwa HAM sebagai suatu konsep formal masih terasa baru di masyarakat kita. Kondisi ini mendorong kita harus membina kerjasama dengan beberapa negara dalam mencari gagasan, menciptakan kondisi yang kondusif, dan memberikan proteksi perlindungan HAM, persepsi dan pemahaman bersama seperti ini perlu didorong dan ditegakkan. Namun, kita harus hati-hati, khususnya dalam menjalin kerjasama dengan negara lain. Sebab, forum kerjasama, forum konsultasi, dan berbagai kebijakan selalu diboncengi kepentingan tertentu yang sering tidak terasa bahwa tujuan yang hendak dicapai menjadi melenceng jauh dari tujuan yang semula diharapkan.
c. Kemiskinan
Kemiskinan adalah sumber kebodohan, oleh sebab itu harus diperangi dan diberantas. Tema memberantas kemiskinan telah banyak dipersoalkan di forum-forum nasional, regional dan internasional, tetapi hingga saat ini belum ada solusinya. Bahkan, ide memberantas kemiskinan hanya mampu memobilisasi masyarakat miskin tanpa menambah sepeser pun uang ke kantong-kantong orang miskin. Dari segi HAM seolah-olah konvensi hak-hak sosial dan ekonomi yang belum diratifikasi oleh Indonesia perlu diwujudkan.
d. Keterbelakangan;
Keterbelakangan ini adalah suatu penyakit yang bersifat kultural dan struktural. Kultural karena sering sekelompok orang yang terikat dalam satu budaya yang sama memiliki adat-istiadat yang sama dan ara berpikir yang sama pula. Untuk mengatasi diperlukan proses pendidikan dan kebiasaan menggunakan logika berpikir.
e. Pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman gerakan.
Untuk membangun HAM dalam masyarakat untuk menjaga kerukunan berbangsa dan bernegara diperlukan: 1) adanya personil pemerintahan yang berkualitas, 2) aparat pemerintah yang bermodal dan bertanggung jawab; 3) terbangunnya publik opini yang sehat atau tersedia sumber informasi yang jelas, 4) terbangunnya suatu kelompok pers yang berani dan bebas dalam koridor menjaga keutuhan bangsa dan negara, 5) adanya sanksi terhadap aparat yang melanggar HAM, 6) tersedianya "bantuan hukum" (legal-aid) di mana-mana, 7) terbentuknya jaringan aparat pemerintahan yang bersih, berwibawa sehingga bersinergi.
Dalam memasuki abad ke -21 banyak tantangan besar yang dihadapi dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia khususnya didalam era Reformasi Hukum dan dapat dielaborasi kedalam tiga model lingkungan, yaitu:
1. Lingkungan yang memiliki aspek-aspek nasional dan internasional. Kedua lingkungan tersebut berinteraksi secara simbiosis, mutualistis, karena baik buruknya penegakan hukum di Indonesia dapat dipengeruhi oleh kedua lingkungan tersebut.
2. Lingkungan strategis yang memiliki aspek Internasional. Berkaitan langsung dengan politik perdagangan global yang menempatkan negara selatan debagai tempat pemasaran produk-produk global negara utara. Oleh karena itu, timbul tuntutan untuk menciptakan iklim dan lingkungan dunia perdagangan serta usaha kondusif dan sehat bagi hubungan perdagangan, baik bilateral ataupun multilateral. Menghadapi tantangan lingkungan staregis yang bersifat Internasional pemerintah Republik Indonesia telah melakukan kebijakan-kebijakan. Kebijakan –kebijakan tersebut, yaitu penegakan GTO/WTO, melakukan penyusunan rancangan Undang-Undang Arbitrase, undang-undak Kepailitan, telah melakukan serta revisi undang-undang dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), telah memberlakukan Undang-undang Persaingan Usaha dan Anti Monopoli (Competition Act), serta sudah memberlakukan Undang-undang Perlindungan Konsumen (Consume’s) Undang –undang No.8 1998/1999.
3. Lingkungan strategis yang memiliki aspek nasional. Dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan keamanan. Di dalamnya termasuk pembentukan hukum yang aspiratif terhadap kebutuhan masyarakat dan mendukung kehidupan politik yang sehat. Hal tersebut juga disertai dan diperkuat oleh penegakan hukum yang tegas konsisten dengan dilandasi asas kepastian hukum, asas proporsionalitas, asas kedilan, dan asas mufakat.
Kebijakan pemerintah menghadapi tantangan lingkungan strategis yang bersifat nasional dalam bidang perundang-undangan, antara lain:
1. Pencabutan Undang-undang Subversi dan penambahan/ perluasan ke dalam KUHP.
2. Revisi undang-undang tentang Tindak pidana Korupsi.
3. Mengajukan rancangan Undang – undang tentang HAM dan pembentukan KOMNAS HAM.
4. Pemberlakuan Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dari KKN.
5. Memberlakukan Undang- Undang No. 2/2002 dan Undang-Undang No. 3/2002 tentang Hankam dan pemisahan TNI serta POLRI
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
o Hambatan –hambatan dalam pelaksanaan HAM di Indonesia antara lain: Masih kurang pemahaman tentang HAM, masih kurang pengalaman, kemiskinan, keterbelakangan, pemahaman HAM masih terbatas dalam pemahaman gerakan.
o Tantangan besar yang dihadapi dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia khususnya didalam era Reformasi Hukum dan dapat dielaborasi kedalam tiga model lingkungan, yaitu: Lingkungan yang memiliki aspek-aspek nasional dan internasional. Lingkungan strategis yang memiliki aspek Internasional. Lingkungan strategis yang memiliki aspek nasional.
4.2 Saran
Kita sebagai mahasiswa dan generasi penerus bangsa, sudah semestinya membantu pemerintah untuk terus menegakkan HAM di Indonesia. Kondisi HAM di Indonesia sudah saatnya dibenahi dan ditata ulang agar terbentuk good goverment. Segala jenis hambatan dan tantangan yang dapat mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM harus segera dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
1. Bahar, Safroedin,Drs. 1997. Hak Asasi Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar
2. Iskandar, Encang, Drs. 2004. Kewarganegaraan 1. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
3. Sumarsono, S, Drs. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT Gramedia
4. Kaelan, H, Dr. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:Gramedia
PERUNDANG-UNDANGAN
1. UUD 1945
2. Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dari KKN.
3. Undang- Undang No. 2 tahun 2002
4. Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Hankam dan pemisahan TNI serta POLRI
LAIN-LAIN
Internet
1. http://jurnal-politik.blogspot.com/2009/09/upaya-penegakan-hak-asasi-manusia-di.html
7 komentar:
nice, izin copas ya neng.
Hai saya mahasiswa dari Universitas Islam Indonesia artikel yang sangat bagus ..
terimakasih ya infonya :)
makasii atas infonya
Makasih Kak artikelnya,
bagus banget,,,
izin copas ya...
infonya bermanfaat bnget gan :)
izin copas yah :)
Inzin copas makasih ^-^
Inzin copas makasih ^-^
Posting Komentar