Senin, 09 Agustus 2010

Hubungan antara UUD 1945 dan pancasila dalam hubungannya dengan amandemen.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desakan untuk mengubah UUD 1945 semakin menguat selama masa kemelut politik dan krisis kepercayaan yang meledak karena dipicu oleh krisis moneter tahun 1997. Luas dan dalamnya krisis yang terjadi waktu itu telah lebih menampakkan kelemahan sistemik UUD 1945 yang asli, yang telah menyebabkannya tidak mampu memberi jalan keluar mengatasi keadaan. Pada dasarnya, ketidakmampuan itu bukanlah sekedar karena kesalahan kebijakan Pemerintah dan ketidakmampuan Presiden serta pejabat pemerintahan lainnya atau karena kurangnya “semangat para penyelenggara negara” waktu itu. Pemerintahan masa itu tidak mempunyai satu faktor penting untuk dapat mengatasi keadaan, yakni tidak adanya dukungan dan kepercayaan masyarakat luas.

Sistem MPR yang berlaku masa itu, di mana MPR adalah pelaksana tertinggi kedaulatan rakyat, pemegang kekuasaan tertinggi dan Presiden sebagai pelaksana kekuasaan tertinggi di bawah dan bertanggung jawab kepada (untergerordnet) MPR, tidak memberikan pilihan lain kepada Presiden Suharto kecuali harus melakukan rekayasa untuk menguasai MPR. Sebab, bila MPR tidak dikuasai, pemerintahan akan labil. Sistem MPR hanya akan stabil, tetapi sekaligus otoriter, hanya apabila ada satu partai politik yang menguasai MPR, seperti maksud pendirian PNI (bukan PNI 1926) sebagai Partai Pelopor, untuk menjadi satu-satunya partai di masa awal kemerdekaan4, atau bila hanya ada satu kekuatan politik dominan, seperti GOLKAR. Gagasan membentuk partai negara itu ditentang oleh Sekutu, yang baru memenangkan PD II, karena menilai bahwa gagasan itu berasal dari pemikiran facisme militer Jepang5.

Sistem MPR dirancang sesuai dengan alam pikiran dari konsepsi persatuan pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam negara (das Ganze der politischen Einheit des Volkes), sebuah aliran pikiran nasional-sosialis, yang menurut Prof. DR. Supomo sesuai dengan masyarakat Indonesia. Beliau menamakan aliran itu paham integralistik-totaliter: Presiden adalah Bapak bangsa, pemimpin sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur (prinsip Fuhrung sebagai Kernbegriff–ein totaler Fuhrerstaat). Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pembukaan telah dieksplisitasikan ke dalam pasal dan ayat, dan juga ke dalam Penjelasan UUD 1945, dengan menggunakan cara pandang (world view) yang populer pada masa menjelang PD II, yaitu paham intregralistik-totaliter.

Presiden Suharto berhasil merekayasa sistem MPR dengan membentuk kekuatan 3-jalur, ABRI-GOLKAR-KORPRI yang menguasai MPR dan Pak Harto sendiri adalah pemimpin ke-3 jalur itu, yaitu sebagai Panglima Tertinggi ABRI, Ketua Dewan Pembina GOLKAR dan Kepala Pemerintahan. Dengan demikian, walau Presiden bertunduk dan bertanggung jawab pada MPR namun pada hakekatnya Presiden (Suharto) yang mengendalikan MPR. Dengan konstruksi demikian Pak Harto berhasil mengokohkan kekuasaannya selama lebih dari 30 tahun dan berhasil membawa banyak kemajuan dalam pembangunan. Tetapi sejalan dengan itu harga yang sudah dibayar untuk konstruksi demikian juga sangat mahal. Hilangnya kontrol dan hilangnya kebebasan, termasuk kebebasan pers, dan kenyataan bahwa kekuasaan itu tamak (power tends to corrupt), telah melahirkan banyak penyimpangan yang pada gilirannya telah menghilangkan dukungan yang ikhlas (genuine) dan kepercayaan rakyat pada kepemimpinan beliau. Dari sisi lain, Pak Harto bisa juga dianggap korban dan sekaligus penikmat sistem itu. Apabila partai banyak, apalagi bila tidak ada partai dominan, dan karenanya Presiden tidak bisa menguasai MPR, seperti yang terjadi pada era Pak Habibie dan Gus Dur, maka sistem MPR itu akan merupakan sistem parlementer yang paling buruk. Dengan mudah dan sebentar saja baik Habibibe maupun Gus Dur dapat diturunkan dari jabatannya. Kelemahan sistemik ini mengakibatkan UUD 1945 yang asli tidak memberikan pilihan dan jalan keluar yang baik untuk mengatasi keadaan.

Dunia, terutama selama dua dekade terakhir, berubah dengan cepat. Kemajuan teknologi, khususnya IT (information and telecommunication) dan transportasi, bagaikan revolusi yang mendesakkan perubahan yang melanda seluruh dunia. Informasi dengan cepat menyebar dan dapat merasuk kemana saja. Dalam hitungan menit, modal misalnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Disukai atau tidak, perkembangan ini telah semakin memperkokoh kedudukan pasar sebagai sentral kegiatan yang memberi dorongan kuat pada kreatifitas dan inovasi. Negara-negara komunis, Cina dan Vietnam dan Laos, begitu pula negara sosialis-hijau (green socialism) seperti Lybia, atau negara non/semi demokratis lainnya, telah menerapkan politik ekonomi pasar untuk menakik kemajuan dunia guna membangun negeri dan mensejahterakan (fisik) rakyat. Paham sentralisasi untuk sebagian telah ditinggalkan. Tetapi kekuasaan politik tetap dimonopoli oleh partai tunggal/partai dominan, walau pembicaraan tentang perlunya demokrasi untuk Cina, but not now, telah mulai diperdengarkan oleh para pemimpinnya. Sementara kaum terdidik negeri itu juga mulai memperdengarkan pendapatnya yang sering berbeda dengan pendapat resmi negara. Mereka yang menginginkan memperoleh kesejahteraan yang tidak hanya materil-ekonomi saja semakin banyak bersuara, semakin banyak jumlahnya, dan semakin berani. Lambat atau cepat negara-negara itu akan berhadapan dengan tekanan reformasi, dengan tuntutan warganya untuk didengar, untuk turut berpartisipasi, untuk diakui hak-hak dasarnya sebagai manusia. Bila saat itu tiba, bila tekanan itu telah menggumpal makin besar dan kuat, tidak terbayangkan rumitnya tantangan yang harus diatasi. Apalagi kalau tekanan itu akhirnya meletus. Sejarah mengatakan, baik pada era perubahan monarki absolut menjadi monarki demokratis di Eropa pada abad-abad lalu, maupun perubahan di Jerman dan Jepang (melalui kekalahan dalam PD II), di Korea Selatan (era Park Chung-hee), di Taiwan, di Uni Soviet, Cekoslowakia, Yugoslavia, harga perubahan itu amat mahal, dan tidak hanya materil. Bahkan di 3 negara terakhir harga perubahan harus dibayar dengan berakhirnya eksistensi negara-negara tersebut dan terpecah-belah menjadi banyak negara baru.

Menghadapi perubahan tantangan yang demikian keras dan mendasar, dan agar tetap mampu melangkah maju, setiap bangsa haruslah berusaha melengkapi diri dengan sistem yang dapat membangun kepercayaan dan dukungan rakyatnya. UUD 1945 perlu diperbaiki, agar tujuan merdeka, seperti yang termaktub dalam Pembukaan, dapat diwujudkan melalui struktur dan prosedur bernegara yang lebih handal, yaitu melalui perubahan pasal dan ayatnya. Perubahan mana pada hakekatnya serupa dengan pengembangan organisasi (organizational development) biasa yang harus dilakukan manakala suatu organisasi ingin tujuannya tercapai sementara lingkungan telah berubah. Yang penting adalah kearifan untuk taat asas pada tujuan awal dalam situasi dan kondisi yang berubah. Nilai-nilai dalam Pembukaan, yang intinya adalah sila-sila Pancasila, harus diterjemahkan dan dieksplisitasikan dengan menggunakan cara pandang demokrasi berkedaulatan rakyat ke dalam struktur dan prosedur bernegara sebagaimana dirumuskan ke dalam pasal dan ayat UUD.

Dengan demikian proses reformasi kita mempunyai tujuan untuk membangun kehidupan berdemokrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila yang adil dan makmur.

1.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup yang kami pakai pada penyusunan makalah ini adalah:

1. Hubungan pancasila dengan UUD ‘45

2. Hubungan antara UUD 1945 dan pancasila dalam hubungannya dengan amandemen.

3. Tujuan diadakannya amandemen.


1.3 Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang kita pakai pada penyusunan makalah ini adalah metode studi pustaka, yaitu mengambil materi dari buku sumber dan tulisan-tulisan atau abstrak berbagai penulis.

1.4 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini tidak lain untuk:

1. Memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Pancasila.

2. Mengetahui hubungan pancasila dan UUD ‘45 dalam amandemen yang terjadi di Indonesia

3. Menambah wawasan kita seputar Pancasila dan UUD ‘45


BAB II

PENGERTIAN

3.1 Pancasila

Pancasila adalah ideologi bangsa dan dasar negara Indonesia, oleh karenanya merupakan landasan idiil bagi sistem pemerintahan dan landasan etis-moral bagi kehidupan berbangsa, bernegara serta bermasyarakat. Pancasila juga bukan hanya merupakan pandangan hidup, melainkan juga alat pemersatu bangsa.

3.1.1 Beberapa Pengertian Pancasila

Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusan maupun peristilahannya, maka pengertian Pancasila tersebut meliputi lingkup pengertian.

1. Pengertian Pancasila secara etimologis

2. Pengertian Pancasila secara histories

3. Pengertian Pancasila secara terminologis

3.1.1.1. Pengertian Pancasila secara Etimologis

Secara etimologis “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (Bahasa Kasta Brahmana), bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.

Menurut Muhammad Yamin : Pancasila” memiliki 2 macam arti secara leksikal

“Panca” arinya lima

“Syila” vocal i pendek artinya” satu sendi,” “alas”, atau “dasar”.

“Syila” Vokal i Panjang artinya “Peraturan tingakah laku yang baik, yang penting atu yang senonoh”.

Perkataan Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India pada kitab Suci Tri Pitaka yang terdiri dari 3 macam buku besar : Suttha Pitaka, Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitka.

3.1.1.2. Pengertian Pancasila secara Historis

Proses Perumusan Pancasila diawali dalam siding BPUPKI I dr. Radjiman Widyadiningrat, tiga orang pembicara yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.

Tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno memberi nama Pancasila yang artinya 5 dasar pada pidatonya dan tanggal 17 Agustus 1945 memproklamasikan kemerdekaan, 18 Agustus dimana termuat isi rumusan 5 prinsip dasar negara yang diberi nama Pancasila, sejak itulah istilah Pancasila menjadi B. Indonesia dan istilah umum.

3.1.1.3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis

Pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara RI yang dikenal dengan UUD 1945. adapun UUD 1945 terdiri dari 2 bagian yaitu pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal 1 aturan peradilan yang terdiri atas 4 pasal dan 1 aturan tambahan terdiri atas 2 ayat.

3.1.2 Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia

Pancasila digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan aktivitas dan kehidupan di dalam segala bidang. Dengan kata lain semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus sesuai dengan sila-sila Pancasila.

3.1.3 Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa

Pancasila sudah menjadi jiwa setiap rakyat Indonesia dan telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan.

3.1.4 Pancasila sebagai dasar Negara

Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan Negara atau dasar mengatur penyelenggaraan Negara.

Menurut Prof. Dr. Notonegoro, SH. ; Pancasila merupakan norma hukum pokok atau pokok kaidah fundamental dan memiliki kedudukan yang tetap, kuat, dan tidak berubah. Pancasila juga memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum.

Penegasannya tercantum dalam:

1. Pembukaan UUD 1945 alinea IV

2. Tap MPR No.XVII/MPR/1998

3. Tap MPR No.II/MPR/2000

3.1.5 Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia

Pancasila merupakan dasar filsafat negara dan ideologi negara. Yang kemudian dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara.

3.1.6 Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia

Merupakan fungsi Pancasila dilihat secara yuridis ketatanegaraan. Tap MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

3.1.7 Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia

Pancasila disahkan bersama-sama dengan disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI merupakan wakil dari seluruh rakyat Indonesia yang mengesahkan perjanjian luhur tersebut.

3.1.8 Pancasila sebagai cita-cita bangsa Indonesia

Cita-cita luhur bangsa Indonesia tegas termuat dalam Pembukaan UUD 1945 karena Pembukaan UUD 1945 merupakan perjuangan jiwa proklamasi, yaitu jiwa Pancasila. Dengan demikian Pancasila merupakan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

3.2 UUD 1945

Konstitusi atau Undang Undang Dasar sebuah negara diartikan sebagai suatu bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek lain dalam pengertian ini dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu.

KC Wheare, mengartikan konstitusi sebagai keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu Negara berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu Negara. Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan yang memiliki sifat hukum (legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (non legal). Berdasarkan pengertian ini, konstitusi merupakan bentuk pengaturan tentang berbagai aspek yang mendasar dalam sebuah Negara, baik aspek hukum maupun aspek lainnya yang merupakan kespakatan masyarakat untuk diatur. Aspek lain dalam pengertian ini dapat berupa aspek social maupun aspek filosofis dalam arti asas-asas yang didasarkan pada alasan-alasan tertentu.

C.F. Strong mengatakan bahwa konstitusi memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya dalam bentuk Negara.

James Bryce mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka masyarakat politik (Negara) yang diorganisir dengan dan melalui hukum. Dengan kata lain, hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga permanent dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan. Konstitusi dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak pihak yang diperintah (rakyat) dan hubungan diantara keduanya. Konstitusi bisa berupa sebuah catatn tertulis; konstitusi dapat diketemukan dalam bentuk dokumen yang bisa diubah atau diamandemen menurut kebutuhan dan perkembangan zaman atau konstitusi dapat juga berwujud sekumpulan hukum terpisah dan memiliki otoritas khusus sebagai hukum konstitusi.

3.3 Amandemen

Secara estimologis, amandemen berasal dari Bahasa Inggris: to amend diartikan sebagai to make better, to remove the faults. Selanjutnya amandement diartikan sebagai a change for the better; a correction of error, faults etc. Sementara itu, dalam istilah pengertian ketatanegaraan (US Convention) amendment adalah an addition to, or a change of a constitution or an organic act which is a pendent to the document rather than intercalated in the text (Smith and Zurcher 1966:14). Menurut Sujatmiko, amandemen yang pokok itu tidak serampangan dan merupakan hal yang serius.


BAB III

PERMASALAHAN

Berdasarkan hal-hal yang telah di uraikan pada latar belakang Bab I,adapun permasalahan yang kami temukan dan kami angkat dalam makalah ini antara lain:

1. Apakah hubungan pancasila dengan UUD 1945?

2. Apa hubungan pancasila dan undang-undang dasar 1945 dalam amandemen?

3. Apa tujuan amandemen?


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pemecahan Masalah

4.1.1 Hubungan Pancasila dengan UUD 1945

Pancasila dasar negara kita dirumuskan dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari pandangan hidup bangsa yang merupakan kepribadian, bangsa perjanjian luhur serta tujuan yang hendak diwujudkan. Karena itu pancasila di jadikan idiologi negara.Pancasila merupakan kesadaran cita-cita hukum serta cita-cita moral luhur yang memiliki suasana kejiwaan serta watak bangsa Indonesia, melandasi prolamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Menurut penjelasan UUD 1945 pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari undang-undang negara Indonesia, dan mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum negara baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran itu dijelmakan dalam pasal-pasal dan UUD itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suasana kebatianan UUD1945 dan cita-cita hukum UUD 1945 tidak lain adalah bersumber kepada atau dijiwai dasar falsafah negara pancasila. Disinilah arti dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara.

Atau dengan kata lain bahwa pembukaan UUD 1945 yang membuat dasar falsafah negara pancasila, merupakan satu kesatuan nilai dan norma yang terpadu yang tidak dapat dipisahkan dengan rangkaian pasal-pasal dan batang tubuh UUD 1945. hal inilah yang harus kita ketahui, dipahami dan dihayati oleh setiap orang Indonesia.
Jadi pancasila itu disamping termuat dalam pembukaan UUD 1945 (rumusannya dan pokok-pokok pikiran yang terkandung didalamnya) dijabarkan secara pokok dalam wujud pasal-pasal batang tubuh UUD 1945.

Jadi pancasila adalah jiwa, ini sumber dan landasan UUD 1945. secara teknis dapat dikatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam pembukaanUUD 1945 adalah garis besar cita- yang terkandung dalam pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan pokok-pokok nilai-nilai pnacasila yang disusun dalam pasal-pasal.

Kedua bagian (kompenan) UUD 1945 tersebut dijelaskan dalam penjelasan otentik Seperti telah dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan undang-undang dasar adalah hukum dasar yang tertulis.hal ini mengandung pengertian bahwa sebagai hukum,maka undang-undang dasar adalah mengikat perintah,mengikat tembaga negara dan lembaga masyarakat dan juga mengikat semua negara Indonesia dimana saja dan setiap penduduk warga Indonesia.dan sebagai hukum,maka undang-undang dasar berisi norma-norma,aturan-aturan atau ketentuan-ketantuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.

Dalam kedudukan yang demikianlah,UUD dalam kerangka tata urutan atau tata tingkatan norma hukum yang berlaku,merupakan hukum yang berlaku yang menempati kedudukan yang tinggi.sehubungan dengan undang-undang dasar juga berfungsi sebagai alat control untuk mengecek apakah norma hukum yang sedah yang berlaku sesuai atau tidak dengan ketentuan undang-undang dasar.

Selain dari apa yang diuraikan dimuka dan sesuai pula dengan penjelasan undang-undang dasar 1945, pembukaan undang-undang dasar 1945 mempuyai fungsi atau hubungan langsung dengan batang tubuh undang-undang dasar1945 itu sendiri.ialah bahwa pembukaan undang-undang dasar 1945mengandung pokok-pokok pikiran itu diciptakan oleh undang-undang dasar 1945 dalam pasal-pasalnya.

Dengan tetap menyadari keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dan dengan memperhatikan hubungan dengan batang tubuh UUD yang memuat dasar falsafah negara pancasal dan UUD 1945 merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan bahkan merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. UUD 1945 terdiri dari rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiranterkandung dalam UUD1945 yang tidak lain adlah pokok pikiran: persatuan Indonesia, keadilan sosial, kedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan dan ketuhanan Yang Maha Esa menurut kemanusiaan yang adil dan beradab, yang tidak lainadalah sila dari pancasila, sedangkan pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945. semangat dan yang disemangati pada hakikatnya merupakan satu rangkaian kesatuan yang yidak dapat dipisahkan.

Sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjadi supaya sistem Undang-Undang dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Yang penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat para pemimpin pemerintahan. Yaitu semangat yang dinamis, positif dan konstuktif seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945.

4.1.2 Pancasila dan UUD 1945 dalam hubungannya dengan amandemen.

Pancasila adalah dasar negara dan ideology yang terlengkap. UUD 1945 merupakan sukber hukum tertinggi dan setiap produk hukum seperti UU, peraturan atau keputusan presiden haruslah berlandaskan dan bersumber pada pancasila sebagai dasar negara yang pada akhirnya dapat dipertanggungjawabkan pada ketentuan-ketentuan UUD 1945 dalah kerangka tata aturan/ tata tingkatan norma hukum yanh berlaku, jadi jiwa dan ruh, inti sumber dan landasan UUD 1945 tak lain adalah Pancasila yang tersirat dan tersurat dalam pembukaan UUD 1945 sebagai norma dasar dan dijabarkan dalam pasal-pasal sehingga dalam mengamandemen UUD 1945 harus tetap bersumber dan tidak boleh keluar dari Pancasila sebagai dasr negara dan ideology bangsa.

Bagian UUD 1945 yang dapat diubah atau diamandemen adalah Batang Tubuh (pasal dan penjelasan). Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah, karena pembukaan UUD 1945 merupakan cita-cita hukum dan cita-cita moral . selain itu juga pada pembukan UUD 1945 terdapat rumusan Pancasila.

Dalam melakukan amandemen UUD 1945 merupakan hal yang istimewa. Kenapa dikatakan istimewa? Hal ini dikarenakan UUD 1945 bersifat kaku (rigid). Namum kaku disini, bukan berarti tidak bisa dirubah/di amandemen. Tetapi harus melalu prosedur yang khusus dan istimewa sebagaimana tercantum dalam pasal 37 ayat 1-4.

4.1.3 Tujuan amandemen

Tujuan dari amandemen UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun amandemen yang dilakukan bertujuan untuk membawa bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik lagi di berbagai bidang dengan senantiasa selalu memperhatikan kepentingan rakyat.

Salah satu hal yang mendasari amandemen UUD 1945 adalah semangat untuk membatasi kekuasaan eksekutif dan memberdayakan DPR. Melalui amandemen pertama (1999), kekuasaan presiden dipangkas dan kekuasaan DPR ditambah. Kewenangan legislasi yang dimiliki presiden dalam Pasal 21 telah diubah sehingga presiden hanya mempunyai hak untuk mengajukan RUU. Sementara dalam UUD 1945 versi asli dinyatakan bahwa, “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR”. Selain itu, masa jabatan presiden dibatasi secara tegas. Hak diplomatik presiden, seperti mengangkat duta besar, konsul, dan menerima duta dari negara lain dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 2 Amandemen I).

4.2 Bahan Referensi

4.1.1. Menentukan Cara Perubahan UUD 1945

Semenjak reformasi menjadi agenda lembaga negara, terbentuk kutub-kutub yang menginginkan perubahan dan atau penyempurnaan UUD 1945 dan kutub yang ingin mempertahankan UUD 1945 sebagaimana aslinya. Dalam kubu yang menghendaki perubahan ada yang menginginkan UUD 1945 diganti dengan sebuah UUD baru. Untuk mana perlu dibentuk Komisi Konstitusi, yang terdiri dari para ahli, seperti yang pernah dipunyai Afrika Selatan dan Thailand, sewaktu negara-negara itu menyusun kembali konstitusi mereka. Tetapi sebagian juga menghendaki agar Pembukaan UUD 1945 dipertahankan. Cukup pasal dan ayatnya yang dirubah dengan cara amandemen. Di lain pihak tidak kurang juga mereka yang ingin tetap mempertahankan UUD 1945 sebagaimana aslinya. Yang terakhir ini berpendapat bahwa UUD 1945 sudah baik dan sempurna. Pelaksanaannyalah yang tidak baik karena kurangnya pemahaman atas UUD 1945 dan semangat para penyelenggara negara kurang kokoh.

Mengganti UUD 1945 dengan UUD yang sama sekali baru disimpulkan akan membawa konsekuensi politik yang amat mahal. Negara dalam keadaan rapuh. Kepercayaan masyarakat pada pemerintahan sedang rendah. Keadaan ekonomi lagi berat dilanda krisis moneter. Hubungan Pusat dan Daerah sedang meriang (panas-dingin). Negara kita yang amat majemuk ini sedang menghadapi gerakan separatisme di Aceh, di Papua, di Maluku dan embrio gagasan separatisme itu juga mulai terdengar di Riau dan di Kalimantan Timur. Di dunia internasional juga ada mereka yang tidak ingin melihat Indonesia yang besar, bersatu dan maju. Menyusun UUD baru dalam keadaan seperti itu, yang berarti menyusun kembali kontrak politik antarwarga, merancang ulang disain dan konstruksi negara, amat tidak bijaksana dan bukan tidak mungkin akan mengakhiri eksistensi NKRI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Sejarah juga membuktikan bahwa penyusunan konstitusi dengan pendekatan academic-heavy, seperti yang dilakukan pada zaman Republik Weimar-Jerman tahun 1920-an atau juga yang dilakukan oleh Thailand pada era tahun 1990-an, tidak menjamin bahwa konstitusi itu akan berjalan baik. Bahkan konstitusi Afrika Selatan, yang sering dianggap sebagai bentuk konstitusi paling ideal, mengandung kelemahan dalam penerapannya. Sejarah mencatat konstitusi Republik Weimar (Jerman) yang dirancang oleh para ahli telah membuka jalan bagi muncul dan berkuasanya Hitler dengan partai Nazi-nya yang anti-demokrasi. Demikian juga konstitusi Thailand tidak dapat mencegah terjadinya kudeta militer. Membentuk UUD tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan teknis hukum tata negara belaka. Harus dicermati aspek politik, aspek sejarah, aspek sosial budaya, dan aspek-aspek khas lainnya, agar tercapai penerimaan seluas mungkin. Ia harus dicapai melalui kesepakatan dan keputusan politik yang bisa diterima oleh kekuatan yang nyata, melalui pembahasan yang komprehensif dan dengan kompromi politik yang bertanggung jawab.

Mempertahankan UUD 1945 seperti aslinya akan mengulangi sejarah Orde Lama dan Orde Baru. Pada zamannya, hanya kebesaran Bung Karno yang memungkinkan beliau tetap lama memimpin, walau tidak efektif, karena harus selalu menjaga keseimbangan di antara partai-partai politik. Disain NASAKOM, Presiden seumur hidup, Pemimpin Besar Revolusi, Front Nasional, menempatkan pimpinan MPR dan DPR dalam kedudukan menteri di bawah Presiden, merangkul PKI dan merangkul TNI, yang dilakukan pada waktu itu tetap tidak menghasilkan pemerintahan yang efektif. Beliau sendiri, Bung Karno, tidak mempunyai (satu) kekuatan politik yang kuat dan solid sebagai pendukungnya dalam sistem politik MPR. Pada waktu beliau sakit, kekuatan-kekuatan di sekitarnya khususnya antara TNI dan PKI berlomba untuk tidak di-fait accompli, untuk tidak saling didahului. Semuanya berakhir tragis dalam peristiwa G-30-S/PKI.

Sistem MPR menurut UUD 1945 yang asli hanya akan efektif apabila ada partai tunggal atau partai dominan ala GOLKAR, di mana Presiden adalah pemimpin dari kekuatan itu, seperti yang dilakukan kemudian pada era Orde Baru.

Pada akhirnya yang disepakati seluruh kekuatan politik waktu itu adalah untuk melakukan perubahan atas UUD 1945 yang asli melalui cara amandemen, dengan menggunakan tata cara yang diatur dalam pasal 37 UUD 1945.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dijawab pada bab sebelumnya, yakni bab pembahasan. Maka kami menyimpulkan:

1. Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa merupakn sumber dan landasan dari berbagai produk hukum termasuk UUD 1945

2. Suasana kebatianan UUD1945 dan cita-cita hukum UUD 1945 tidak lain adalah bersumber kepada atau dijiwai dasar falsafah negara pancasila.

3. Pancasila itu sendiri memancarkan nilai-nilai luhur yang telah mampu memberikan semangat kepada dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945.

4. Dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945 harus sesuai dan berdasar pada pancasila

5. Bagian UUD 1945 yang dapat diamandemen adalah bagian Batang Tubuh.

6. Tata cara pengamandemenan UUD 1945 tertuang dalam pasal 37 ayat 1-4.

7. Tujuan dari amandemen UUD 1945 adalah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman.

5.2 Saran

Untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sama, yaitu menjunjung tinggi dan menerapkan nilai-nilai luhur pancasila di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maka , “marilah bersama-sama memahami mendalami ajaran pancasila secara menyeluruh supaya kita paham dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan tujuan dapat mengurangi sedikit demi sedikit hal hal yang dapat mengancam dan membahayakan pancasila yang tidak hanya datang dari luar tetapi juga dari dalam, terlebih lagi di era globalisasi sekarang ini.

Amandemen dirasakan perlu, karena makna dan isi dari UUD 45 itu sendiri agar bisa sesuai dengan perkembangan zaman. Dan selain itu juga agar UUD 45 dapat terus dijadikan sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

1. Syarbani, Sahrial.2004.Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.Bogor:Ghalia Indonesia.

2. Kaelan.2004.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:Paradigma.

3. Darmodiharjo,Darji dkk.1979.Santiaji Pancasila.Surabaya:Usaha Nasional.

4. ___________.2006.UUD’45 SETELAH AMANDEMEN.Bandung:Nuansa Aulia

PERUNDANG-UNDANGAN

1. UUD 1945 pasal 37 ayat 1-4

LAIN-LAIN

a. Internet

1. http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1695&Itemid=195

2. http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang _dasar45/

3. www.sekneg.ri.go.id

4. www.mpr.go.id

5. http://hariansib.com/?p=36408

6. http://www.anakciremai.com/2008/06/makalah-ppkn-tentang-hubungan-pancasila.html

7. http://www.p2d.org/index.php/kon/26-9-februari-2008.html

Tidak ada komentar: